Asia Tenggara sebelum kehadiran negara-negara kolonial Eropa ditandai dengan pergulatan perebutan kekuasaan antarnegara yang ada di kawasan daratan maupun maritim Asia Tenggara. Di daratan Asia Tenggara, terdapat empat Negara terkemukan yang menjadi faktor politik internasional pada saat itu yaitu kerajaan Vietnam, Siam (Thailand), Khemer (Kamboja), dan Burma (Myanmar). Keempat negara inilah yang membentuk hubungan antar negara hingga kedatangan negara-negara kolonial Eropa.
Namun di masa sekarang timbulah pola berpikir membentuk organisasi regional yang mana berfungsi sebagai benteng dari pengaruh negara-negara penjajah atau negara adidaya. Ketika Komunis menyebarkan pengaruhnya, Amerika membendungnya dengan mendirikan SEATO di Asia Tenggara. Tetapi organisasi regional dibentuk pertama kali yaitu The Association of South East Asia (ASA) pada tahun 1961, anggotanya terdiri dari Malaysia, Philipina, Thailand. Politik konfrontasi yang dilancarkan Soekarno, bertujuan Soekarno memimpikan sebuah negara besar yang meliputi Indonesia, Irian Barat, dan Malaysia.
Setelah berakhirnya rezim Soekarno tahun 1966, hubungan terjalin baik pada masa Soeharto dengan negara-negara di Asia Tenggara. Tahun 1967 terbentuklah ASEAN dengan prakarsa lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Muangthai.
A. LATAR BERLAKANG TERBENTUKNYA ASEAN
ASEAN berdiri tahun 1967, di tengah situasi regional dan internasional yang sedang berubah.Secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat strategis. Hal tersebut tercermin dari adanya berbagai konflik di kawasan yang melibatkan kepentingan negara-negara besar pasca Perang Dunia II, sehingga Asia Tenggara pernah dijuluki sebagai “Balkan-nya Asia”. Persaingan antar negara adidaya dan kekuatan besar lainnya di kawasan antara lain terlihat dari terjadinya Perang Vietnam.
Namun di masa sekarang timbulah pola berpikir membentuk organisasi regional yang mana berfungsi sebagai benteng dari pengaruh negara-negara penjajah atau negara adidaya. Ketika Komunis menyebarkan pengaruhnya, Amerika membendungnya dengan mendirikan SEATO di Asia Tenggara. Tetapi organisasi regional dibentuk pertama kali yaitu The Association of South East Asia (ASA) pada tahun 1961, anggotanya terdiri dari Malaysia, Philipina, Thailand. Politik konfrontasi yang dilancarkan Soekarno, bertujuan Soekarno memimpikan sebuah negara besar yang meliputi Indonesia, Irian Barat, dan Malaysia.
Setelah berakhirnya rezim Soekarno tahun 1966, hubungan terjalin baik pada masa Soeharto dengan negara-negara di Asia Tenggara. Tahun 1967 terbentuklah ASEAN dengan prakarsa lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Muangthai.
A. LATAR BERLAKANG TERBENTUKNYA ASEAN
ASEAN berdiri tahun 1967, di tengah situasi regional dan internasional yang sedang berubah.Secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat strategis. Hal tersebut tercermin dari adanya berbagai konflik di kawasan yang melibatkan kepentingan negara-negara besar pasca Perang Dunia II, sehingga Asia Tenggara pernah dijuluki sebagai “Balkan-nya Asia”. Persaingan antar negara adidaya dan kekuatan besar lainnya di kawasan antara lain terlihat dari terjadinya Perang Vietnam.
Disamping itu, konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara seperti konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia, klaim territorial antara Malaysia dan Filipina mengenai Sabah, serta berpisahnya Singapura dari Federasi Malaysia.Pembentukan ASEAN sebagai organisasi regional berasumsi atas kesadaran para pemimpin negara akan pentingnya sebuah kerja sama untuk menciptakan perdamaian, kemajuan, dan kemakmuran. Selain itu juga mempunyai beberapa persamaan yaitu persamaan kepentingan, permasalahan yang dihadapi, pentingnya kerjasama dan solidaritas negara di Asia Tenggara.
Upaya pembentukan organisasi kerjasama kawasan telah membuahkan hasil dengan ditandatanganinya Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri dari Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand. Deklarasi tersebut menandai berdirinya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of South East Asian Nations/ASEAN). Masa awal pendirian ASEAN lebih diwarnai oleh upaya-upaya membangun rasa saling percaya (confidence building) antar negara anggota guna mengembangkan kerjasama regional yang bersifat kooperatif namun belum bersifat integratif.
Tujuan ASEAN terdapat dalam Bangkok Charter yaitu :
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai;
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara negara-negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
3. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalah- masalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi
4. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik dan administrasi
5. Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri mereka, memperluas perdagangan dan pengkajian masalah-masalah komoditi internasional, memperbaiki sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi, serta meningkatkan taraf hidup rakyat mereka
6. Memajukan meningkatkan pengkajian mengenai Asia Tenggara
7. Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan berbagai organisasi internasional dan regional
Ada beberapa norma dasar yang tumbuh dalam proses evolusi ASEAN selaku organisasi regional antara lai yaitu menentang penggunaan kekerasan dan mengutamakan solusi damai.Berakhirnya konfrontasi dan keikutsertaan Indonesia dalam pembentukan ASEAN merupakan blessing in disguise bagi pembentukan norma hubungan antarnegara yang menentang penggunaan kekerasan. Walaupun konfrontasi menciptakan ketegangan yang luar biasa, keputusn Soeharto untuk menghentikan konfrontasi melegakan negara-negara tetangga dan memuluskan jalan menuju pembentukan organisasi regional yang mementang prinsip penggunaan kekerasan dalam hubungan dengan sesama anggota. Di samping itu, pembentukan ASEAN pada hakikatnya membuka jalan bagi Indonesia untuk mendapatkan pengaruh tanpa harus menggunakan kekerasan.
Persoalan awal yang mengiringi pertumbuhan ASEAN adalah fraksi diplomatik antara Malaysia dan Philipina. Kasus Sabah menjadi penyebab terputusnya hubungan diplomatik kedua Negara walaupun hanya sementara. Malaysia mengancam mundur yang sudah tentu mengancam kelangsungan hidup ASEAN yang baru berumur enam bulan. Melalui pertemuan di Jakarta dan Bangkok Desember 1968 akhirnya sepakat menghimbau kedua negara untuk tidak lagi menyuarakan perbedaan pendapat mereka secara terbuka untuk menurunkan ketegangan hubungan politik kedua Negara.
Sejak bulan Maret tahun 1969 pihak Philipina telah menyatakan kesediaan untuk tidak lagi membicarakan isu Sabah dalam pertemuan ASEAN berikutnya. Kemudian Mei 1969 kedua Negara akhirnya bertemu. Harapan ini terwujud pada bulan Desember 1969, kedua Negara sepakat untuk membuka kembali hubungan diplomatik yang terputus sejak 1968. Cara ASEAN menyelesaikan konflik Sabah sangat unik karena mereka lebih banyak melakukan upaya diplomasi, tekanan, dan pencegahan sedemikian rupa sehingga di kemudian hari rangkaian kegiatan ini dikenal sebagai ASEAN Way, yaitu kebiasaan ASEAN dalam menyelesaikan persoalan.
B. PERKEMBANGAN ASEAN
Dekade Awal ASEAN
Banyak terjadi kesalahpahaman atas ASEAN karena keambiguan deklarasinya. Awalnya banyak yang mengira bahwa ASEAN bertujuan untuk kerjasama keamanan politik, namun nyatanya ASEAN dibentuk sebagai wadah kerja sama bidang Sosial, ekonomi, dan budaya regional. Selain itu banyak analis yang mengira ASEAN adalah bentukan atau sekutu komunitas eropa, namun setelah mempelajari piagam persetujuannya, barulah mereka menyadari bahwa ASEAN adalah badan murni regional.
Metode ASEAN dan tujuannya secara eksplisit sangat banyak yaitu, pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, pengembangan budaya, dll. Namun ASEAN tetap membahas secara minoritas masalah keamanan regional. Dengan pengalaman-pengalaman masalah keamanan, para pemimpin menyadari bahwa masalah seperti konfrontasi, separatisme, dan masalah perbatasan membuat penting dibentuknya kerjasama yang baik antar negara tetangga. Point yang untuk dibuat adalah sense dari identitas sentral gabungan untuk pembangunan komunitas keamanan yang tidak berasal dari interdependensi atau interaksi ekonomi yang intensif.
Kesuksesan kerjasama ekonomi selama dekade pertama berdirinya ASEAN lebih karena prestasi kerjasama politik dan keamanan. Disinilah kesadaran regional atau solidaritas antar negara-negara ASEAN terbentuk. Seperti yang sudah disebutkan diawal, sesungguhnya semua ASEAN-5 menghadapi ancaman dari dalam dan mayoritas dari anacaman itu adalah ancaman regional. Antara lain adalah, yang pertama adalah komunis yang memberontak di Malaya ( yang merupakan ancaman Malaya dan keamanan Malaysia). Lebih signifikan, eksistensi dan cara pelaksanaan ASEAN dibatasi dengan 2 mayor masalah yang mengacaukan regional ASEAN pada periode awal : ambisi Indonesia dan klaim philipina akan Sabah.
Kesalahan penanganan Soekarno pada perekonomian Indonesia menyebabkan kejatuhannya. 1966, Indonesia dan Malaysia mengakhiri konfrontasi. ASEAN pun menjadi tempat institusi dimana Indonesia dapat memulihkan keyakinan negara-negara tetangga dan melalui pihak ketiga yang dapat mengurangi ancaman. Kemudian Indonesia, Malaysia dan Thailand memainkan peranan penting dalam pembentukan ASEAN.
Pada permasalahan Malaysia dan Philipina akan klaim Sabah, Indonesia dan Thailand menawarkan untuk menjadi mediator dalam menegahi masalah ini. Lewat lembaga ASEAN yang menggunakan A FACE-SAVING AGREEMENT, Permasalahan dispute ini berusaha dirundingkan dengan baik. Penyelesain masalah Sabah melalui legitimasi institusi ASEAN dan peran mediator lewat bermusyawarah mufakat. Usaha manajemen konflik yang dilakukan ASEAN menutup peluang negara2 besar diluar ASEAN seperti AS dan China untuk dapat melakukan intervensi mendalam. Antipati terhadap “campur tangan” negara luar dipicu karena adanya perang Vietnam. Pada pertemuan deklarasi ASEAN 1971 yaitu pembentukan ZOPFAN ( Souteast Asia A Zone For Peace, Freedom and Neutrality ). Ide ini untuk meminimalisasikan great power AS, Rusia dan Chia dan mempertahankan kestabilan ASEAN dalam menyelenggarakan kerjasama internal mereka sebaik ekonomi dan keamanan. ZOPFAN merefleksikan keinginan ASEAN untuk memisahkan diri mereka dari hegemoni negara-negara besar.
Adapun mekanisme institusi ASEAN termasuk pertemuan tahunan menteri luar negeri, secretariat pusat di Jakarta dan beberapa komisi dan Ad hoc yang berhubungan dengan isu-isu ASEAN dan head of state summit. Pertemuan pertama pimpinan kepala negara terselenggar pertamakali di Jakarta pada tahun 1976 dan menghasilkan TOFAC ( Treaty of Amity and Cooperation)
Otonomi Regional
Hubungan beberapa negara anggota dengan negara–negara barat adalah hal yang tidak mungkin dipungkiri karena manfaat yang diperoleh selama hubungan tersebut mereka pelihara. Sebagai contoh Thailand maupun Philpina telah menjalin kerjasama keamanan dengan Amerika jauh sebelum ASEAN terbentuk. Demikian pula Malaysia dan Singapura secara historis merupakan bagian dari negara persemakmuran Inggris. Namun Indonesia senantiasa menentang pembentukan blok keamanan di ASEAN dan lebih cenderung untuk bersikap non blok. Perbedaan persepsi ini tidak mengurangi motivasi tumbuhnya prinsip lain yang bersifat mendasar bagi pertumbuhan ASEAN, yakni otonomi regional.
Menteri Luar Negeri Adam Malik mengatakan bahwa organisasi regional semestinya menjadikan persoalan-persoalan regional sebagai perhatian utama mereka. Penegasan ini sebagai upaya agar ASEAN tidak perlu lagi menggantungkan diri pada Negara-negara Barat seperti Amerika dan Inggris. Dengan demikian, ASEAN sebagai organisasi regional akan mampu mengembangkan dirinya sebagai organisasi yang tidak mudah dipermainkan oleh Negara-negara besar.
Tetapi semua anggota ASEAN sepakat bahwa sebaga organisasi regional yang masih muda ASEAN tidak mungkin menolak sepenuhnya pengaruh negara-negara besar di kawasan Asia Tenggara. Lee Kuan Yew, mengemukakan bahwa Negara-negara ASEAN paling tidak dapat meminta Negara-negara besar untuk memperhatikan kepentingan mereka bukan sebagai negara tetapi sebagai organisasi regional. Dengan demikian, ASEAN dapat leluasa menumbuhkan dan mengembangkan harapan mereka selaku organisasi otonom.Prinsip otonomi regional juga dipengaruhi oleh perubahan-perubahan global yang mengarah pada kebutuhan masing-masing Negara untuk mengembangakan politik luar negeri mandiri dan tidak tergantung sepenuhnya pada dukungan Negara-negara besar. Mohammad Ghazali Syafie menentang campur tangan pihak luar dalam menciptakan stabilitas internasional karena proses ini tidak mungkin dipaksakan dari luar.
Perdana Menteri Malaysia tahun 1970, Tun Abdul Razak memunculkan gagasan netralisasi kawasan Asia Tenggara dalam bentuk ZOPFAN ( Zona of Peace, Freedom an Betrality).Deklarasi ZOPFAN tahun 1971 merupakan kompromi dari berbagai pendapat negara anggota ASEAN khusunya Indonesia dan Malaysia. Prakarsa netralisasi ASEAN oleh Malaysia dilatarbelakangi dengan pertimbangan politik domestic khusus kerusuhan berdarah di Malaysia tahun 1969. Deklarasi ZOPFAN cenderung kompromis dan kabur untuk mewadahi berbagai pendapat Negara anggota. Indonesia dan Malaysia semakin dekat dalam menegakkan prinsip otonomi dan menentang kehadiran Negara-negara besar di ASEAN. Sebaliknya, posisi geografis Singapura dan Thailand merupakan alasan mengapa kedua Negara tersebut tetap menghendaki kehadiran Amerika di Negara mereka.
Tidak Mencampuri Urusan Internal Anggota lain
Prinsip tidak mencampuri urusan negara lain atau doctrine of non-interference merupakan salah satu pondasi paling kuat menopang kelangsungan regionalisme ASEAN. Dengan berlandaskan pada doktrin ini ASEAN dapat memelihara hubungan internal sehingga menutup pintu bagi konflik militer antar Negara ASEAN. Ancaman Komunis di sebagian besar Negara anggota merupakan alasan dasar mengapa Negara-negara ASEAN menganggap ancaman domestik lebih berat dibandingkan dengan ancaman luar. Bukan tidak mungkin bahwa kasus Vietnam menjadi pemicu mengapa ancaman internal jauh lebih berbahaya dibandingakn dengan ancaman dari luar. Vietnam jatuh ketangan komunis lebih disebabkan lemahnya institusi politik domestik.
Konsep ketahanan nasional merupakan sumbangan negara Indonesia dalam mengembangkan doctrine of non-interference tersebut. Konsep ini memberikan keleluasaan Indonesia untuk mengendaikan dan melemahkan gerakan komunis tanpa harus melibatkan campur tangan dari luar. Selanjutnya Doctrine of non-interference menjadi landasan bagi negara anggota ASEAN untuk :
1. Berusaha agar tidak melakukan penilaian kritis terhadap kebijakan pemerintah negara anggota terhadap rakyatnya masing-masing agar tidak menjadi penghalang bagi kelangsungan organisasional ASEAN.
2. Mengingatkan negara anggota lain yang melanggar prinsip tersebut.
3. Menentang pemberian perlindungan bagi kelompok oposisi negara anggota lain.
4. Mendukung dan membantu Negara anggota lain yang sedang menghadapi gerakan anti-kemapanan.
Invasi Vietnam ke Kamboja tahun 1979 merupakan ujian berat bagi prinsip kedua doctrine of non- interference. ASEAN mengingatkan bahwa tindakan Vitenam tersebut telah melanggar prinsip non- interference. Dalam pertemuan Menteri Luar Negeri 9 Januari 1979 ASEAN akhirnya mendesak negara-negara Asia Tenggara agar menjaga kemerdekaan, kedaulatan, dan system politik negara lain dan menahan diri agar tidak melakukan campur tangan urusan negara lain serta tidak melakukan tindakan subversib baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menentang Pakta Militer dan Mendukung Kerjasama Pertahanan Bilateral
Sejak awal pembentukannya para anggota ASEAN cenderung menolak kerjasama militer dalam kerangkan ASEAN. Perhatian awal ASEAN adalah pada isu-isu ekonomi dan kebudayaan, walaupun isu keamanan sudah pasti mempengaruhi pembentukan ASEAN. Sedangkan dalam isu-isu keamanan ASEAN cenderung mendukung bilateralisme. Kerjasaama bilateral dalam urusan keamanan memang tidak mungkin dihindari karena kedekatan geografis masing-masing anggota sangat rentan terhadap isu-isu keamanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar